Selasa, 01 November 2011

HISTORY OF SINT JOSEPH JUNIOR HIGH SCHOOL

Kota Lahat adalah sebuah kota kecil terletak di tengah-tengah daerah Sumatera Selatan. Pada masa penjajahan belanda, kota ini merupakan pusat perbengkelan PT Kereta Api Indonesia yang dulu disebut Jawatan Kereta Api, dimana orang-orang yang berkarya di situ merupakan “bedhol deso” dari tanah Purworejo. karenanya suasana jawa lebih hidup pada waktu itu. Di sisi lain sungai Lematang, salah satu sungai besar dan sangat luas, berkelok-kelok menyusuri sepanjang kota Lahat dan dibelah oleh jembatan gantung yang sangat panjang, membentang di sebelah pinggiran barat kota. Dari situ nampaklah Gunung Serelo, yang sosoknya  menyerupai telunjuk jari menjulang tinggi di langit, dengan dilatarbelakangi Bukit Barisan yang berderetan, merupakan keindahan alam khas Lahat yang mempesonakan.
Sejak bulan September 1933, seorang Misionaris asli Belanda pastor Hogeboom SCJ menetap di Lahat, dan membuka HGS. Ordo SCJ sudah berulang meminta agar suster-suster Ordes de Bogen menyanggupi bantuannya untuk berkarya di Lahat.
Pada tanggal 21 Mei  1936 bertolaklah lima suster CB dari Maastricht negeri Belanda. Dua diantaranya akan berkarya di Sumatera Selatan. Empat orang suster bertolak dari Tanjung Priok menuju Tanjung Karang terus langsung naik kereta api menuju Lahat. Tanggal 3 Juli 1936, mereka tiba di Lahat. Pada bulan Juli itu juga para suster misionaris telah mulai berkarya menangani sebuah HGS yang ada.
Untuk sementara waktu, rumah sekolah masih merupakan rumah sewaan, karena belum mempunyai gedung sendiri. Bahwa dengan HGS saja misi belum bisa mencapai banyak. Maka Muder Laurensia mengajukan gagasan membuka sekolah MULO (setingkat SMP) di Lahat. MULO dimaksudkan untuk menampung para lulusan HGS dari Bengkulu dan Lahat.
MULO dibuka dan diresmikan pada tangga 1 Agustus 1938. Pada waktu MULO ini dibuka sudah ada 40 orang murid. Mereka datang dari daerah sekitar Lahat dan Bengkulu. Perintis sekolah MULO adalah Sr.Laurentia de Sain, Sr. Chatarina Liedmeier dan Sr. Olga Polis.
Sekolah ini berjalan dengan baik sampai pecah Perang Pasifik. Dalam masa pendudukan Jepang sekolah ini terpaksa ditutup karena Ssuster-suster harus masuk kamp tahanan. Pada tahun 1948, Pimpinan Umum Tarekat, Muder Emmanuel, datang ke Indonesia dan beliau meninjau Sumatera bersama Muder Laurentia untuk merencanakan pembukaan kembali sekolah milik Tarekat di Sumatera Selatan. Dalam satu tahun kompleks Santo Yosef telah selesai dibangun kembali. Karya pendidikan yang semula berbentuk HGS dibuka kembali dan menjadi SD dan SMP.
Dari tahun ke tahun jumlah siswa semakin bertambah, sehingga ruang belajar dirasa kurang, Maka tahun tujuh puluhan dibangunlah empat ruang belajar. Pada tanggal tgl 26 Desember 1982 seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah menyangkut penyelenggaraan pendidikan, dibentuklah Yayasan Carolus Borromeus yang mewadahi seluruh lembaga pendidikan yang bernaung dalam pelindung Santo Yosef. yaitu TK-SD-SMP dan SMA Santo Yosef dengan kepala Yayasannya Suster Surani CB. Pada tahun 2003 bersamaan dengan perubahan kebijakan tentang yayasan, maka yayasan Carolus Borromeus dimerger dengan yayasan Tarakanita yang nota bene keduanya dikelola oleh para suster Cinta Kasih Borromeus ( CB)
Hingga kini dalam usia yang ke 71 Th ( tahun 2009), banyak hal terlh berubah dengan cepat. Perubahan dalam dunia pendidikan memaksa sekolah Santo Yosef untuk berbenah diri, meski demikian tetap mengedepankan nilai-nilai pembentukan pribadi utuh dan berbela rasa dalam bingkai hidup relegi yang mendalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar